Rekam medis merupakan
dokumen tentang Identitas Pasien, pemeriksaan, pengobatan, tindakan dan
pelayanan lain kepada pasien pada fasilitas pelayanan kesehatan (Keputusan
Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor: HK. 01.07/MENKES/312/2020 Tentang
Standar Profesi Perekam Medis dan Informasi Kesehatan). Sedangkan pengelola rekam medis disebut dengan Perekam Medis dan
Informasi Kesehatan (PMIK) atau Perekam Medis adalah seseorang yang telah lulus
pendidikan Rekam Medis dan Informasi Kesehatan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan (PMK No. 55 Tahun 2013). Unit Rekam Medis yang
dulunya dianggap unit buangan, kini memiliki peran vital di pelayanan
kesehatan. Peranan unit rekam medis dan informasi kesehatan baik di rumah sakit maupun di
fasilitas pelayanan kesehatan lain, merupakan unit Pengumpul Data, Pengolah Data menjadi Informasi hingga
menyajikan informasi kesehatan kepada pengguna baik internal maupun eksternal.
Sebagai seorang Perekam
Medis di suatu layanan kesehatan tentunya sangat dekat sekali dengan
keterpaparan Corona Virus Disease
2019 (Covid-19). Infeksi virus disebut menular dengan sangat cepat dan telah
menyebar ke hampir semua negara,termasuk Indonesia, hanya dalam waktu beberapa
bulan. Virus ini menular melalui droplet atau percikan sehingga berisiko tinggi
menginfeksi para tenaga medis yang merawat pasien Covid-19, dan tenaga
keteknisan medis termasuk Perekam Medis sehingga perlu menggunakan Alat
Pelindung Diri (APD). Virus Covid-19 bisa bertahan di benda mati seperti
alumunium, besi, kayu, kaca, plastik, sarung tangan, dan kertas. Hal ini
ditekankan juga oleh Bapak Fatchur Rochman, dr., Sp.KFR-K dalam sambutannya di Webinar Nasional “BOOST YOUR
PRODUCTIVITY IN THE NEW NORMAL PANDEMIC COVID-19 MEDICAL RECORD UNIT” yang
diselenggarakan oleh STIKES Yayasan RS Dr. Soetomo Surabaya (5/7/2020), bahwa
Perekam Medis di Layanan Kesehatan berisiko tertular Covid-19.
Dalam
webinar kali ini menghadirkan 3 (tiga) orang nara sumber, yaitu Sali Setiatin, A.Md.Perkes, S.ST, MM., Laili R. Ilmi, A.Md., S.KM, M.PH., dan Titin Wahyuni, S.KG,
M.Kes. Ketiga nara sumber
menyampaikan bahwa seorang Perekam Medis harus memperhatikan
dan mematuhi protokol dalam bekerja. Adapun prosedur perlindungan Alat
Pelindung Diri (APD) bagi Perekam Medis dan Informasi Kesehatan berdasarkan
Surat Edaran Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat PORMIKI No. HM.01.01/002/III/2020
Tentang Prosedur Kerja Perekam Medis dan Informasi Kesehatan dalam Situasi
Wabah Covid-19 adalah sebagai berikut:
1. Menggunakan masker bedah
2. Menggunakan sarung tangan bedah
(walaupun ini banyak tidak digunakan karena keterbatasan atau ketidaknyamanan
pemakaian, namun tetap harus diupayakan untuk selalu dipakai ketika pelayanan)
3. Selalu mencuci tangan sebelum dan
sesudah melakukan aktivitas
Webinar Nasional ini bertujuan memberikan semangat kepada para Perekam Medis di Indonesia,
utamanya yang berada di Jawa Timur, Yogyakarta, Jawa Tengah, dan Jawa Barat untuk terus berkarya. Sali Setiatin, A.Md.Perkes, S.ST, MM. yang merupakan Kaprodi D3
RMIK Piksi Ganesha, menyampaikan juga tentang hal-hal yang harus diperhatikan dalam
kegiatan yang dilakukan oleh Perekam Medis baik di Bagian Pendaftaran,
Perawatan, Pemulihan berkas rekam medis, sampai berkas rekam medis kembali ke
tempat penyimpanan rekam medis. Perlakuan berbeda yang harus dilakukan pada berkas rekam
medis antara sebelum dan sesudah adanya Covid-19 harus didukung oleh pengelola
fasyankes. Seperti penyediaan barier plastik atau kaca di bagian pendaftaran
dan plastik untuk berkas rekam medis. Hal ini mutlak dilakukan oleh rumah sakit
tipe atau jenis apapun, tidak hanya rumah sakit rujukan Covid-19. Kegiatan ini
tidak hanya dilakukan pada pasien rawat inap, namun juga kepada pasien rawat
jalan.
Yang menarik pada
kegiatan ini adalah adanya pemulihan berkas rekam medis yang sebelumnya tidak
ada sebelum wabah Covid-19 melanda. Pemulihan ini adalah memberikan jeda waktu
kepada berkas rekam medis untuk didiamkan terlebih dahulu dengan maksud
percikan virus yang menempel pada berkas rekam medis ketika perawatan pasien
terkonfirmasi, mati dalam 5-6 hari sesuai sifat virulensi virus. Lalu, selama
berkas rekam medis di-recovery,
apakah pengembalian rekam medis tidak mengalami keterlambatan yakni lebih dari
2 x 24 jam? Inilah salah satu kekurangan dari rekam medis manual, sehingga
harus ada kebijakan baru tentang penanganan rekam medis di saat pandemi seperti
sekarang ini. Hal ini tentunya akan berbeda jika menggunakan ERM. Bagaimana
dengan Resume Medis yang sangat diperlukan dalam proses klaim? Resume Medis
harus didahulukan untuk diambil dengan cara sebelum berkas rekam medis di-recovery, lembar Resume Medis diambil
terlebih dahulu untuk dilakukan fotokopi lalu dikembalikan ke berkas rekam
medis yang lain untuk kemudian dilakukan recovery.
Sedangkan usaha yang
wajib dilakukan oleh Perekam Medis sendiri seperti yang disampaikan oleh Laili
R. Ilmi, A.Md., S.KM, M.PH. selaku Kaprodi Prodi D3 RMIK Universitas Jendral A. Yani Yogyakarta, adalah:
1.
Menghindari kontak langsung dengan
pasien atau keluarga pasien
2.
Tidak menggunakan alat kantor
secara bersama-sama
3.
Selalu mencuci tangan sebelum
meninggalkan ruangan kerja dan memulai pekerjaan
4.
Tidak melakukan kontak dengan
sesama petugas jika tidak diperlukan
5.
Tidak memegang benda-benda sekitar
jika tidak diperlukan
6.
Berjarak 1 m dengan orang lain
7.
Menggunakan APD lengkap yang dianjurkan
Beliau menekankan juga
Peran penting Perekam Medis di pandemic Covid-19:
1.
Terpenuhinya dan menunjang aspek
administrasi yankes
2.
Alat komunikasi dan informasi yang
benar
3.
Menghilangkan stigma bahwa Perekam Medis dapat tertular
covid-19
Setiap pekerjaan atau
profesi pasti memiliki risiko masing-masing. Tak terkecuali Perekam Medis.
Benar yang dikatakan oleh Ibu Ilmi (begitu beliau biasanya dipanggil) untuk
menghilangkan stigma Perekam Medsi dapat tertular Covid-19, namun tidak dapt
dipungkiri bahwa Perekam Medis juga berisiko untuk tetular. Kewajiban Perekam
Medis adalah melaksanakan mitigasi risiko secara mandiri dan tim.
Titin Wahyuni, S.KG,
M.Kes. yang adalah Kaprodi D3 RMIK
STIKES Yayasan RS Dr. Soetomo menyampaikan bahwa
berdasarkan penelitian yang sudah banyak di-publish
bahwa tenaga di layanan kesehatan, utamanya rumah sakit, yang banyak tertular
Covid-19 adalah dokter, perawat, dan dokter gigi, sedangkan untuk Perekam Medis
belum ada yang dilaporkan. Perekam medis bukan berarti tidak berisiko, meskipun
dianggap aman karena saat dokter mengisi rekam medis dalam keadaan steril
(sudah lepas APD), dan idealnya RM terletak di ruangan tersendiri, bukan di
ruang perawatan. Namun perlu diingat bahwa Perekam Medis juga ditempatkan di
pendaftaran pasien sehingga berkontak dengan pasien atau keluarga pasien yang
masih belum jelas status kesehatannya. Tidak lupa juga bahwa Perekam Medis
harus selalu berkolaborasi dengan nakes lainnya berkaitan dengan pekerjaannya.
Ibu Titin memberikan penekanan untuk apa yang harus dilakukan oleh Perekam
Medis untuk meminimalisir risiko tertular Covid-19 adalah dengan cara:
1.
Mengikuti prosedur safety
2.
Sering mencuci tangan dengan sabun
dan air mengalir
3.
Menghindari menyentuh area wajah
Selain fasilitas
keselamatan kerja fisik yang telah diberikan oleh fasyankes sebagai tempat
kerja, hal lain yang perlu dilakukan oleh pengelola fasyankes adalah memberikan
rapid tes dan swab secara gratis kepada para karyawannya. Meskipun risiko
Perekam Medis tidak seberat para tenaga medis yang langsung kontak dengan
pasien, namun Perekam Medis juga melakukan kontak (walaupun tidak langsung)
dengan pasien atau keluarga pasien yang saat ini banyak yang tidak jujur
menyampaikan apa yang ditanyakan oleh Perekam Medis terkait dengan anamnesis
riwayat kesehatan pasien. Oleh karena itu Perekam Medis berhak mendapatkan fasilitas pemeriksaan kesehatan
yang sama dengan tenaga kesehatan lain.
Selain untuk petugas kesehatan, ketersediaan hand sanitizer juga diperlukan
di meja tempat pengisian formulir.
Pasien atau keluarga
pasien yang mengisi fomulir dapat
menggunakannya guna meminimalisir percikan droplet pasien
di kertas.
Mengingat risiko yang
terjadi pada Perekam Medis terkait dengan penularan Covid-19, maka Pemerintah
Indonesia memberikan edaran untuk mengembangkan pemanfaatan telekomunikasi dan
informasi kesehatan berupa telemedicine. Telemedicine dianggap efektif untuk
pelayanan pasien karena dapat mengevaluasi perkembangan klinis pasien terduga
infeksi Covid-19 dari jarak jauh sehingga antara pasien dan tenaga medis tidak
ada kontak langsung. Penggunaan komputer lebih mudah dibersihkan dengan
desinfektan dari pada kertas sehingga mencegah infeksi. Pelaksanaan Telemedicine
tetap menggunakan General Concent sebagai dasar tenaga kesehatan melakukan
perawatan atau penanganan pada pasien. Pengembangan Telemedicine ataupun Eletronic Medical Record (EMR) tidak
akan menggerus peran Perekam Medis, tetapi justru akan menambah kompetensi
Perekam Medis di bagian teknologi informasi.
Jadi, kesimpulan dari Webinar Nasional “BOOST YOUR
PRODUCTIVITY IN THE NEW NORMAL PANDEMIC COVID-19 MEDICAL RECORD UNIT” ini
adalah Perekam Medis harus senantiasa bersyukur dan bangga karena menjadi salah
satu bagian dari pejuang Pandemi Covid-19 dengan selalu mengikuti standar yang
berlaku dan pada saat pandemi Covid-19 Perekam Medis dan Informasi Kesehatan
harus tetap semangat dalam mengelola Rekam Medis (LM-D3RMIK).
Setelah kita mengetahui bersama tentang prosedur kerja Perekam Medis selama pandemi Covid-19, tentunya masih ada rasa penasaran kita tentang cara kodefikasi dan klaim kasus Covid-19 yang tidak ditanggung BPJS, tetapi langsung Pemerintah. Ada pula yang bilang anggaran untuk satu kasus terkonfirmasi Covid-19 sangat tinggi. Benar tidak ya? Jangan lupa ikuti lagi Zoominar STIKes Yayasan RS Dr. Soetomo berikutnya, tanggal 18 Juli 2020.
Bagi yang terlewat webinar nya, bisa lihat video berikut
Part 1
Part 2
Materi Webinar ini dapat di download di sini